saat ini anda berada di eljazuly.co.cc, kunjungi juga blog kami di eljazuly19.bogspot.com dan darulamilin.wordpress.com terima kasih sudah berkunjung ketempat kami, silahkan copi+paste kan banner blog kami di blog anda dan kami akan segera meng link anda kembali , mari menjadi manusia menuju kesuksesan dunia akhirat

Kamis, 20 Januari 2011

Karakteristik Hukum Islam


Sebagai sebuah agama penyempurna, Islam datang dengan membawa aturan dan hukum untuk umat manusia. Hukum yang ada di dalam Islam adalah berdasarkan ketetapan Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Oleh karena itu, terdapat berbagai perbedaan antara hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia. Hukum Islam memiliki keistimewaan dan karakteristik khusus, antara lain sebagai berikut:

1. Hukum Islam didasarkan pada wahyu Ilahi
Keistimewaan hukum Islam dibanding undang-undang buatan manusia adalah bahwa hukum Islam bersumber pada wahyu Allah yang tersurat  dalam Al Qur'an dan sunnah Nabi. Maka setiap mujtahid dalam melakukan istimbath (penggalian) hukum-hukum syara' selalu merujuk pada dua sumber tersebut, baik secara langsung maupun melalui yang tersirat darinya, yaitu dengan memahami ruh syari'at, tujuan-tujuannya secara umum, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum.[1]
Jadi pada dasarnya, setiap hukum Islam  pasti didasarkan pada Al Qur'an dan As Sunnah meskipun hanya dengan mengambil yang tersirat dari  keduanya. Sebagai contoh, digunakannya urf, mashlahah mursalah, istihsan, dan lain lain dalam pengambilan hukum syara' oleh seorang mujtahid, bukan berarti bahwa mujtahid tersebut meninggalkan Al Qur'an dan As Sunnah, namun hal itu dilakukan setelah terlebih dahulu memahami ruh syari'at yang tersirat pada nash Al Qur'an dan As Sunnah, berupa tujuan, kaidah dan prinsip-prinsip umumnya.
 Tujuan Syari' dalam pembentukan hukumnya yaitu merealisir kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya (dloruriyah) dan memenuhi kebutuhan sekunder (hajiyah) serta melengkapi kebutuhan pelengkap (tahsiniyah) mereka. Jadi setiap hukum syara' tidak ada tujuan kecuali salah satu dari tiga unsur tersebut, dimana dari tiga unsur tersebut dapat terbukti kemaslahatan manusia.[2]       
2. Hukum Islam bersifat komprehensif
Hukum Islam bersifat komprehensif, yakni mencakup seluruh tuntutan kehidupan manusia. Disini akan sangat tampak kelebihan hukum Islam dibanding dengan undang-undang yang lain, karena hukum Islam mencakup tiga aspek hubungan, yaitu manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan masyarakatnya.
Oleh karena itu, hukum Islam yang terkait dengan perbuatan seorang mukallaf selalu mencakup dua aspek, yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mu'amalah. Hukum ibadah meliputi segala hal yang terkait dengan hukum-hukum yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sedangkan hukum-hukum mu'amalah meliputi segala hal yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan sesama manusia, baik bersifat pribadi maupun kelompok.[3]
3. Hukum Islam terkait dengan masalah akhlak/moral
Hukum Islam berbeda dengan undang-undang pada umumnya, karena ia terpengaruh dengan tatanan moral, bahkan sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Muhammmad, bahwa Islam datang untuk menyempurnakan akhlak/moral manusia. Hal ini sangat berbeda dengan hukum positif buatan manusia yang hanya mengacu pada aspek manfaat, yaitu menjaga sistem dan stabilitas masyarakat meskipun kadang menghancurkan sebagian prinsip moral.
Adapun hukum Islam bertujuan menjaga keutamaan, idealitas dan tegaknya moralitas. Diharamkannya riba misalnya, dimaksudkan untuk menyebarkan semangat tolong-menolong (ruh ta'awun) kasih sayang di antara manusia dan melindungi orang-orang miskin dari keserakahan para pemilik harta. Demikian pula diharamkannya minuman keras yang dimaksudkan untuk menjaga akal yang salah satu fungsinya adalah sebagai tolak ukur baik dan buruk.[4]
4. Adanya orientasi kolektivitas dalam hukum Islam
Artinya, dalam hukum Islam itu selalu menjaga kemaslahatan individu dan sosial secara bersama-sama, tanpa harus melanggar hak orang lain. Ooleh karena itu, kemaslahatan yang bersifat umum atau sosial harus didahulukan dibanding dengan kemaslahatan yang bersifat individual terutama ketika terjadi peretentangan antara keduanya.[5]
5. Hukum Islam berbicara tentang halal-haram
Dalam hukum Islam selalu ada pemikiran mengenai halal-haram terhadap setiap tindakan, tidak hanya pada persoalan-persoalan yang bersifat duniawi, tapi  juga yang bersifat ukhrawi. Hukum duniawi titik tekannya adalah pada hal-hal yang tampak atau eksoteris dan tidak mempersoalkan hal-hal yang bersifat esoteris. Dan itulah yang disebut keputusan hukum (al hukmu al qada'i) dari seorang hakim. Oleh karena itu seorang hakim hanya memutuskan hukum berdasarkan bukti-bukti formal saja.oleh karena itu, sebenarnya keputusan hakim tidak dapat merubah yang halal menjadi haram atau sebaliknya.
Sedangkan hukum akhirat itu didasarkan pada kebenaran material yang hakiki, meskipun bagi seseorang (misalnya hakim) hal itu sangat samar dan tidak tampak. Sebab yang memutuskan dalam hal ini adalah Allah dan diberlakukan langsung kepada hamba-hamba-Nya.
6. Hukuman bagi pelanggar hukum di dunia dan akhirat
Ciri khusus lain yang membedakan hukum Islam dengan hukum-hukum lain buatan manusia adalah bahwa hukum Islam memberikan sangsi hukuman bagi yang melanggar pada dua hal, yaitu hukuman dunia, baik berupa hukuman hudud yang sudah ditentukan maupun ta'zir yang yang tidak ditentukan, dan hukuman akhirat.




0 komentar:

Posting Komentar

isian nurani anda

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo