saat ini anda berada di eljazuly.co.cc, kunjungi juga blog kami di eljazuly19.bogspot.com dan darulamilin.wordpress.com terima kasih sudah berkunjung ketempat kami, silahkan copi+paste kan banner blog kami di blog anda dan kami akan segera meng link anda kembali , mari menjadi manusia menuju kesuksesan dunia akhirat

Senin, 11 April 2011

HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA


Islam masuk ke indonesia pada babad 1 H atau tujuh masehi yang di bawa oleh pedagang-pedagang arab.  Pada masa-masa yang paling awal berkembangnya islam di indonesia penekanannya tampak pada tasauf.  Beberapa ahli menyebut bahwa hukum islam yang berkembang di indonesia bercorak syafi’iah,corak syafi’iah ini selalu di isi oleh ulama- ulama fiqih sampai abad ke XIX .

Perkembangan hukum islam di indonesia pada masa-masa menjelang abad XVII,XVIII,XIX,baik pada tataran intelektual dalam bentuk pemikiran dan kitab-kitab juga dalam praktik-praktik keagamaan dapat di katakan cukup baik,karena hukum islam di praktikkan oleh masyarakat dalam bentuk yang hampir bisa dikatakan sempurna,yaitu mencakup masalah muamalaf,akhwal  al-syakhsiyyah(perkawinan,perceraian,dan warisan),peradilan dan tentusaja dalam ibadah.tidak itu saja hukum islam menjadi hukum mandiri yang digunakan di kerajaan-kerajaan islam nusantara.tidaklah salah pada masa itu sebelum belanda menancapkan kakinya di indonesaia,hukum islam menjadi hukum yamg positif dinusantara.
Hukum islam pada masa penjajahan belanda
Perkembangan pada masa penjajahan belanda ini dapat di lihat ke dalam dua bentuk,pertama adanya toleransi melalui VOC  yang memberikan ruang yang agak luas bagi perkembangan hukum islam.kedua adanya interfensi belanda terhadap hukum islam dengan menghadapkannya pada hukum adad.[1]
Setelah kekuasaan VOC berakhir  dan digantikan oleh belanda maka sikap belanda berubah terhadap hukum islam perubahan itu terjadi perlahan-lahan  dan dapat di lihat dari tiga sisi: pertama, menguasai indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup kaya.  Kedua, menghilangkan pengaruh islam dari sebagian besar oranng indonesia dengan proyek kristenisasi. Ketiga, keinginan belanda untuk menerapkan politik hukum yang sadar terhadap indonesia. [2] maksudnya, belanda ingin menata dan mengubah tata hukum indonesia dengan hukum belanda.

Hukum islam pada masa penjajahan jepang
Setalah berkuasa lebih kurang  tiga setengah abat di indonesia akhirnya penjajahan belanda  dapat di kalahkan oleh jepang dalam tempo dua bulan yang menandai berakhirnya penjajahan barat di bumi indonesia.  Dalam kontek adem, ini strasi penyelenggaraan negara dan kebijakan terhadap hukum islam di indonesia terkesan bahwa jepang memilih untuk tidak terlalu mengubah beberapa hukum dan peraturan yang ada. rezim jepang mempertahankan bahwa adat istiadat lokal, praktik-praktik kebiasaan, dan agama tidak boleh di campur tangani untuk sementara waktu dan dalam hal-hal yang berhubungan dengan urusanpenduduk sipil, adat dan hukum sosial harus di hormati, dan peraturan yang khusus diperlukan dalam rangka untuk mencegah munculnya segala bentuk perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan.
Hukum islam pada masa kemrdekaan
Menurut Hazairin, telah indonesia merdeka , walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Ismail Sunny setelah indonesia merdeka dan UUD 1945 berlaku sebagai dasar negara maka hukum islam mulai positif bagi yang beragama islam sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945.
Selanjutnya dengan di tempatkannya piagam jakarta dalam dekrit presiden RI tanggal 5 Juli 1959 maka era ini dapat dikatakan era penerimaan hukum islam sebagai sumber otoritatif akan tetapi kenyataan berbicara lain, piagam jakarta hanya menjadi caatatan sejarah saja dengan demikian keinginan untuk menjadikan hukum islam manjadi hukum nasional menjadi terlambat(1945-1974)’hukum islam pada
Pemerintahan orde baru(supersemar 1966)
A. undang-undang perkawinan
Pada tanggal 16 agustus 1973 pemerintah mengajukan RUU perkawinan upaya ini timbul reaksi kerasdari umat islam karna dapat mengkristenisasikan indonesia, karena ada sebalas pasal yang bertentangan denagan ajaran islam (fiqih munakahat), akhirnya pada tanggal 22 desember 1973 RUU tersebut disahkan.  Tanggal 2 januari 1974 RUU tentang perkawinan di sah kan oleh DPR dan menjadi undang-undang no 1 tahun 1974 dan selanjutnya berlaku efektif sejak tanggal 1 oktober 1975.[3]dengan disahkan UUP no 1 tahun 1974 hukum islam memasuki fase baru yang disebut fase taqnin (fase perundangan).


B. peradilan agama
RUU peradilan agama diajukan oleh menteri agama  Munawir sjad zadi ke sidang DPR dan terjadi pro dan kontra sehingga RUU PA di sahkan dan menjadi UU no 7 tahun 1989.[4]
C. Kompilasi hukum Islam
Keberhasilan untu menggolkan UU PA  No.7 Tahun 1989 tidaklah berarti persoalan yang berkaitan dengan hukum islam di indonesia sudahlah selesai, tetrnyata ketidakseragaman hakim dalam memutuskan perkara  di dalam perkara yang mereka hadapi menjadi masalah baru untuk peradilan agama, hal ini  di karnakan  tidak tersedianya kitab materi hukum islam yang sama perangkat dari realitas ini tim bul upaya untuk menyusun sebuah kitab yang bisa di jadikan sebagai rujukan peradilan agama yaitu menyusun sebuah kompilasi hukum islam yang di referensikan dari  13 kitab yang bermalhab syafi’i gagasan persoalan tersebut di gagaskan oleh Bustanul arifin dan sesuai SKB (surat keputusan bersama) ketua mahkamah agun RI dan mentri agama RI no 07/KMA/1985.dengan kerja keras tim dan ulama-ulama serta cendikiawan yang terlibat kedalamnya maka terumuslah KHI[5] yang di tindak lanjuti dengan keluarnya impres no.  1 tahun 1991 kepada mentri agama untuk menyebarluaskan kompilasi hukum islam yang terdiri dari buku 1 tentang perkawinan,buku 2 tentang kewarisan,buku 3 tentang perwakafan.  Inpres tersebut ditindak lanjuti dengan sk mentri agama dengan no.  154 tahun 1991 tanggal 22 juli 1991.
Dengan demikian KHI adalah himpunan ketentuan hukum islam yang dituliskan dan disusun secara teratur serta menjadi kitab pegangan untuk pengadilan agama dalam menyelesaikan tiga perkara yang tersebut diatas.

Prinsip- prinsip perkawinan dalam UU no. 1 tahun 1974 dan KHI

perspektif UU no. 1 tahun 1974

di dalam UUP  no. 1 tahun 1974 seperti yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan di definisikan sebagai “ ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuanmembentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuahanan yang maha esa “.



Perspektif KHI

Menurut KHI seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan bahwa per kawinan dalam hukum islam adalah “pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miit saqan ghalidhan[6] untuk menaati perintah allah dan melaksanakannya merupakan ibadah “.
Berkenaan denga tujuan perkawinan tersebut  di muat dalam pasal berkutnya yang berbunyi  “ perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang shakina mawaddah dan rahmah(tentram cinta dan kasih sayang)”.

Rukun dan syarat perkawinan

 Perspektif UU no. 1/1974
UU no 1/1974 tidak mengenal adanya hukum perkawinan  UUP. Hanya memuat hal-hal yang berkenaan dengan syarat perkawinan yaitu tercantum dalam bab 2 pasal 6.

Perspektif KHI

Berbeda dengan UU no. 1 tahun 1974 KHI membahas rukun perkawinan tampaknya mengikuti sispematika fiqih yang mengaitkan rukun dan syarat yaitu termuat dalam pasal 14.

Perspektif fiqih

Menurut jumhur ulama rukun perkawinan ada lima yaitu:
 1. calon suami
2.  calon istri
3.  wali nikah
4.  saksi
5.  ijab dan qabul, sedangkan mahar merupakan syarat dari pada nikah.

Pencegahan dan pembatalan perkawinan

Pencegahan perkawinan

a)      perspektif UU no.1/1974
Pencegahan perkawinana ini di atur dalam UU no 1/1974 dalam pasal 13 yang berbunyi “perkawinan dapat di cegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”.

b)      Perspektif khi
Khi menyatakan perkawinan dapat di cegah jika terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi, ketentuan ini termuat dalam pasal 60 smpai 64.

Pembatalan perkawinan
Perspektif  uu no.1/1974
Di  dalam pasal 22 jelas di jelaskan bahwa “perkawinan dapat di batal kan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”.adapun perkawinan dapat di batal kan adalah terdapat di dalam UUP pasal 22, 23, 24 26, 27.
Perspektif khi
Di dalam khi batalnya perkaeinan juga di atur yaitu di dalam pasal 70,71,72,73,74 ayat 2,75, 76.





[1] Ratno Lukito, pergumulan antara hukum islam adat di Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998), h.  28
[2] Lebih luas lihat,H. Aqib Suminto, politik islam Hindia belanda,(Jakarta: LP3ES, 1996), h.9 s/d 64
[3] Rahmadi Usman, op.cit, h. 1998
[4] Abdullah azis thaba, 285
[5] KHI tersebut dirumuskan setelah panitia melakukan, 1.penelitia tentang kitab-kitab fiqih klasik dari berbagai mazhab hokum yang berkembang dalam dunia islam. 2.melakukan wawancxara dengan ulama-ulama yang ada diberbagai daerah. 3. Penelitian yurisprodensi. 4. Studi perbandingan keberbagai negara. Lihat OP. cit,141-145
[6] Lihat Surah Annisa ayat 21

1 komentar:

Unknown mengatakan...

terima kasih
Dep. Perdata FH UII Selenggarakan Kuliah Umum Hadapi MEA Soal Perlindungan Konsumen

Posting Komentar

isian nurani anda

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo